Takalar - Abrasi yang menerjang kawasan pesisir Pantai Galesong di Desa Sampulungan, Takalar, Sulawesi Selatan, membuat kawasan tempat pemakaman rusak parah.
Tokoh masyarakat Desa Sampulungan, Daeng Muntu (47) mengatakan, dampak puncak abrasi mulai dirasakan warga sekitar sejak Desember 2017 lalu. Abrasi disebabkan masifnya pengerukan pasir laut di pesisir Galesong. Pasir laut yang dikeruk digunakan untuk menambah timbunan pantai buatan di Center Point of Indonesia (CPI), di Kota Makassar.
"Di desa ini, ada tiga mayat yang sudah kelihatan. Tulang belulang dan kain kafan mayat tersebut sudah bertebaran di pesisir. Ini belum termasuk mayat yang hanyut di laut. Sudah banyak mayat manusia hilang yang tertutupi oleh pasir. Keluarga almarhum marah melihat kuburan neneknya rusak, mereka tidak tahu mengadu ke mana," ujar Daeng Muntu, seperti dikutip Jawapos.
Dampak abrasi mengakibatkan sebagian besar kawasan pekuburan di pesisir pantai perlahan tergerus. Arus ombak yang besar terus menerjang serta mengikis bibir pantai hingga pekuburan. Saat ini panjang abrasi sudah mencapai 25 hingga 30 meter dari pesisir.
"Semenjak adanya penambangan, belum ada respons baik dari pemerintah desa, sehingga pesisir rusak. Ini terjadi juga di Desa Mangindara. Sebagian kuburan tertutupi oleh pasir laut. Sehingga kuburan masyarakat pesisir belum teridentifikasi, berapa mayat yang hilang," jelasnya.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel mencatat, sejak aktivitas penambangan oleh Perusahaan asal Belanda PT RB dan JDN pada 2017 lalu, sudah ada 20 Kepala Keluarga (KK) yang rumahnya rusak parah. Penambangan pasir itu berimbas pada abrasi.
Puluhan KK yang menjadi korban terdapat di dua desa berbeda. Tepatnya di Desa Bontosunggu dan Desa Tamasaju. "Penambangan pasir laut sangat masif. Pasir tersebut untuk menimbun pesisir Makassar. Namun, kegiatan ini sangat mengecewakan masyarakat yang tinggal," ucap Koordinator Divisi Advokasi Walhi Sulsel Muhaimin.
Tempat tinggal masyarakat pesisir terendam air laut. Mereka terpaksa pindah ke tanah milik pemerintah desa. Laju abrasi pesisir pantai sangat cepat. Abrasi di dua desa itu kini telah mencapai 40 hingga 50 meter dari posisi sebelumnya.
Sepanjang pesisir Galesong, penambangan pasir laut juga menghilangkan mata pencarian nelayan. Hingga 350 orang beralih profesi menjadi, buruh bangunan, petani sawi, penjual ikan, dan tukang ojek. "Nelayan banyak menjadi korban. Selama tujuh bulan aksi pengerukan pasir, selama itu nelayan menderita. Terutama masyarakat di Desa Sampulungan dan Desa Mangindara," sebutnya.
Kuburan yang terbongkar itu rencananya bakal dipindahkan oleh pihak keluarga masing-masing. Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP) terus mengupayakan agar aparat pemerintah desa mencarikan solusi terbaik dari aktivitas pengerukan pasir.
Baca juga berita Jawapos.com lainnya di sini.
Simak juga video pilihan berikut ini:
No comments:
Post a Comment