Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemerintah untuk merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI) dinilai tidak akan efektif tanpa ada perbaikan birokrasi dalam hal memulai bisnis di dalam negeri.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Assyifa Szami Ilman mengatakan, pemerintah perlu reformasi terutama dalam aspek untuk kemudahan memulai bisnis di negeri sendiri.
"Perbaikan birokrasi dalam fase kemudahan memulai bisnis penting karena fase ini mencerminkan wajah bisnis di Indonesia. Perbaikan birokrasi ini juga krusial untuk mendukung efektivitas terobosan lain yang dilakukan pemerintah,” tutur dia dalam keterangan resmi, Rabu (21/11/2018).
Bank Dunia atau World Bank Group melaporkan iklim berusaha atau berbisnis Indonesia kini tercatat semakin membaik. Indikator perbaikan tersebut ditunjukan dari kemudahan memperoleh pinjaman dan juga pendaftaran untuk properti. Namun, peringkat kemudahan berusaha Indonesia tercatat turun dari posisi 72 menjadi 73.
Itu disebabkan perbaikan (improvements) RI masih kalah besar jika dibandingkan negara-negara tetangga atau negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Adapun jika dilihat berdasarkan EoDB Ranking 2019, posisi Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam di peringkat ke-69, Singapura posisi ke-2, Malaysia di posisi 15, dan Thailand yang menempati posisi ke-27.
"Untuk memulai bisnis di Indonesia, dibutuhkan waktu kurang lebih 23 hari untuk menyelesaikan berbagai tahapan birokrasi yang ada. Pencapaian ini relatif tertinggal dibandingkan negara di Asia Tenggara lainnya seperti Thailand yang hanya 5 hari," ujar dia.
from Berita Hari Ini, Kabar Harian Terbaru Terkini Indonesia - Liputan6.com https://ift.tt/2QiVtet
No comments:
Post a Comment