Liputan6.com, Washington DC - Donald Trump tak percaya perubahan iklim dan pemanasan global sedang melanda dunia. Sang miliarder nyentrik menyebutnya sebagai hoaks belaka.
Namun, laporan terbaru National Climate Assessment justru berisi peringatan yang mengerikan tentang perubahan iklim dan dampaknya yang menghancurkan bagi Negeri Paman Sam.
Para ahli menyebut, perekonomian AS bisa kehilangan miliaran dolar. Atau dalam skenario terburuk, lebih dari 10 persen pendapatan domestik bruto (PDB) pada akhir abad ini.
Studi yang dimandatkan oleh pemerintah federal itu semestinya dikeluarkah pada Desember ini. Namun, Pemerintahan Donald Trump memutuskan untuk merilisnya pada Jumat 23 November 2018, pada saat banyak orang Amerika menikmati liburan akhir pekan yang panjang, disibukkan urusan keluarga hingga belanja.
David Easterling, direktur Unit Dukungan Teknis di Pusat nasional Informasi Lingkungan NOAA mengatakan, tak ada intervensi eksternal terkait laporan tersebut. Dia menegaskan, perubahan iklim berada pada level yang belum pernah dialami Bumi sebelumnya.
"Suhu rata-rata global jauh lebih tinggi dan meningkat lebih cepat daripada yang pernah dialami peradaban modern, dan tren pemanasan ini hanya dapat dijelaskan oleh aktivitas manusia," kata Easterling, seperti dikutip dari CNN, Sabtu (24/11/2018).
Laporan Fourth National Climate Assessment tersebut disusun oleh tim yang terdiri dari 13 badan federal. Melibatkan sekitar 1.000 orang, termasuk 300 ilmuwan terkemuka -- yang setengahnya berada di luar pemerintahan.
Laporan anyar ini adalah volume kedua. Yang pertama dirilis pada November 2017 lalu, yang menyimpulkan bahwa "tak ada penjelasan alternatif yang meyakinkan" dari perubahan iklim saat ini, kecuali, aktivitas manusia, terutama emisi dan gas rumah kaca.
Temuan tersebut bertentangan dengan pesan yang terus-menerus Donald Trump yang menyebut bahwa perubahan iklim adalah hoaks.
Bahkan pada Rabu lalu, ia mencuit di akun Twitternya, "Apa yang terjadi dengan pemanasan global," kata dia, di tengah situasi ketika warga AS menghadapi Thanksgiving paling dingin selama satu abad.
Di sisi lain, para ilmuwan dan lembaga federal menjelaskan fenomena tersebut secara jelas: perubahan iklim tidak ditentukan cuaca ekstrem dalam satu hari atau sepekan, namun ditentukan oleh tren jangka panjang.
Dan faktanya, manusia saat ini hidup dengan suhu terhangat di sepanjang sejarah modern.
Bahkan jika skenario terbaik terjadi dan emisi gas rumah kaca turun hingga level nol, dunia berada di jalur menghangat 1,1 derajat Fahrenheit.
Apalagi, data membuktikan, tak ada satupun negara G20 yang mencapai target iklim. Tanpa upaya untuk mereduksi gas rumah kaca, suhu rata-rata global bisa bauk 9 derajat Fahrenheit (5 derajat Celcius) pada akhir Abad ini, dibandingkan dengan suhu pra-industri.
Saksikan video terkait perubahan iklim berikut ini:
No comments:
Post a Comment